Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tuesday, June 23, 2009

Situasi di Iran belum Kondusif

Kerusuhan di Iran 20 Tewas, Anak Rafsanjani Ditangkap TEHERAN - Situasi di Iran pasca pemilihan presiden (pilpres) pada 12 Juni lalu belum kunjung kondusif. Demonstrasi dan kerusuhan pascapilpres, yang akhirnya dimenangkan tokoh ultrakonservatif dan presiden saat ini Mahmoud Ahmanidejad, itu belum reda. Bahkan, televisi pemerintah melaporkan bahwa sedikitnya 20 orang tewas dalam kerusuhan pascapilpres.Korban terbaru terjadi saat kerusuhan Sabtu siang (20/6) waktu setempat hingga malam kemarin (Minggu dini hari WIB). Menurut laporan Press TV, televisi pemerintah berbahasa Inggris yang hanya disiarkan di luar negeri, sedikitnya 13 demonstran tewas dalam kerusuhan di ibu kota Teheran Sabtu lalu. Selain itu, lebih dari 100 orang luka-luka.Stasiun televisi itu memberitakan, perusuh membakar dua stasiun pengisian bahan bakar dan sebuah pos penjagaan tentara. Menurut siaran itu, korban tewas adalah ''para teroris'' yang terlibat bentrok dengan polisi. Massa memprotes hasil pilpres karena menuding kemenangan Ahmadinejad diwarnai kecurangan. Teheran memang mulai tenang kembali kemarin (21/6). Tapi, situasi kota tersebut juga dilaporkan mencekam. Tak banyak orang keluar rumah tanpa keperluan penting. Polisi dan milisi bersenjata Basij berjaga-jaga di jalan-jalan protokol dan lapangan. Beberapa lokasi yang sebelumnya menjadi tujuan unjuk rasa tak luput dari penjagaan.Milisi Basij merupakan warga sipil bersenjata di bawah pembinaan pasukan Garda Revolusi. Mereka berpatroli di jalan-jalan sambil membawa senapan Kalashnikov. Karena ketatnya pengamanan, massa yang menolak hasil pilpres tidak bisa berunjuk rasa seperti sebelumnya.''Ketakutan terus membayangi masyarakat dalam situasi saat ini,'' kata Kepala Peneliti Amnesty International Iran Drewery Dyke kepada kantor berita The Associated Press. ''Selama 10 tahun memantau dan berada di negeri ini, saya belum pernah merasakan situasi seperti sekarang. Semua dilarang dan diberangus,'' lanjutnya.Pemerintah Iran memberlakukan pemberangusan dalam konflik dalam negeri paling serius di negara tersebut sejak Revolusi Islam pada 1979. Tetapi, berbagai gambar baru tentang ''kebrutalan'' di Iran terus bermunculan. Sebab, sebagian warga Iran di dalam maupun luar negeri tidak pernah berhenti menentang Presiden Mahmoud Ahmadinejad maupun pemimpin tertinggi Ayatullah Ali Khamenei.Dalam pilpres lalu, Ahmadinejad yang menjadi tokoh incumbent dinyatakan meraih 62,63 persen. Mir Hossein Mousavi, tokoh reformis yang juga mantan perdana menteri Iran, mendapat 33,75 persen. Dua kandidat presiden lain meraih suara di bawah dua persen. Mantan Ketua Parlemen Mehdi Karoubi mendapat 0,9 persen, sedangkan Mohsen Rezai 1,7 persen. Mousavi mengklaim memenangi pilpres, tapi dinyatakan kalah oleh Ahmadinejad setelah dicurangi. Hal itu memicu protes para pendukung Mousavi. Unjuk rasa kaum oposisi berlangsung sejak sepekan lalu. Dalam bentrok pengunjuk rasa dan polisi sebelumnya, televisi pemerintah mengumumkan sedikitnya tujuh orang tewas.Media pemerintah juga melaporkan terjadinya insiden bom bunuh diri di makam pemimpin revolusi Islan Iran Ayatullah Ruhollah Khomeini Sabtu lalu. Sedikitnya dua orang dilaporkan tewas dan delapan lain luka-luka. Dalam insiden itu, televisi pemerintah juga sempat menayangkan gambar pecahan kaca. Tapi, tak ada gambar-gambar korban atau kerusakan lain.Sejumlah saksi melaporkan hanya ada tiga korban luka. Kendati begitu, belum ada verifikasi independen terkait aksi bom bunuh diri tersebut. Televisi pemerintah sempat mengutip keterangan seorang saksi bahwa seorang pria yang mengenakan bom ikat pinggang meledakkan diri di gerbang utama makam Khomeini.Polisi Iran juga terus menangkap para tokoh yang diduga mendalangi kerusuhan. Faeza Hashemi, putri pertama mantan Presiden Ayatullah Hashemi Rafsanjani, ditangkap. Menurut Press TV, Faeza ditangkap bersama empat anggota keluarga Rafsanjani lainnya Sabtu malam. Tidak disebutkan identitas empat orang tersebut. Tapi, gambar putri Rafsanjani itu sempat ditayangkan ketika berorasi di depan ribuan pengunjuk rasa pendukung Mousavi.Pemerintah Iran mencurigai tokoh berpengaruh di sana berada di belakang kerusuhan. Media setempat mencatat, Rafsanjani belum muncul sejak kerusuhan pascapilpres. Mantan presiden dan pejabat paling paling berpengaruh di Iran itu juga tak pernah muncul di depan publik sejak kerusuhan. Rafsanjani juga dikabarkan tidak menghadiri undangan pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Khameini saat menyerukan persatuan di negara tersebut.Saat ini Rafsanjani memimpin dua kelompok politik paling berpengaruh. Yang pertama Persatuan Ahli Iran. Lembaga yang didirikan para pejabat senior itu berwenang memilih dan mencopot pemimpin tertinggi. Kedua, Dewan Kebijaksanaan atau sebuah badan seperti Mahkamah Konstitusi yang mengadili sengketa antara parlemen dan Dewan Penjaga (Guardians Council). Badan tersebut bisa membatalkan pemberlakuan sebuah UU. Wakil Kepala Polisi Iran Ahmad Reza Radan menuding kelompok oposisi di pengungsian, People's Mujahedeen of Iran (PMOI), berada di belakang demonstrasi dan kerusuhan Sabtu lalu. Menurut kantor berita pemerintah Iran, IRNA, sejumlah tokoh dan anggota PMOI telah ditangkap atas tuduhan mendalangi kerusuhan itu.Kementerian Intelijen Iran juga menangkap sejumlah orang yang dituding melancarkan aksi ''teroris''. Tidak disebutkan jumlahnya, tapi mereka diidentifikasi pernah dilatih di kamp Ashraf, Iraq. ''Mereka masuk Iran untuk melancarkan aksi terorisme,'' kata IRNA. Ashraf, sebuah kamp di Iraq dekat perbatasan Iran, menjadi markas sekitar 3.500 anggota PMOI.Dalam perkembangan lain, pemerintah Iran kemarin mengusir seorang koresponden stasiun televisi BBC dari Inggris. Jon Leyne, koresponden tetap BBC di Teheran, diminta meninggalkan Iran karena dituduh telah membantu mendukung kekerasan pasca-pilpres. Bahkan, pemerintah Iran mengingatkan media massa Inggris bahwa tindakan lanjutan akan diambil jika mereka tetap ''campur tangan'' dalam masalah Iran.Sedangkan cekal terhadap stasiun televisi berbasis di Dubai, Al-Arabiya, tetap diberlakukan. Kantor biro stasiun televisi itu di Teheran diperintahkan tetap ditutup karena dinilai telah ''memberitakan secara tidak tepat dan adil'' pilpres di Iran.Iran juga menuding keterlibatan sejumlah negara-negara di balik unjuk rasa dan kerusuhan di negaranya. Menlu Iran Manouchehr Mottaki ketika jumpa pers kemarin menyebut Inggris, Prancis, dan Jerman ikut memancing di air keruh dengan mempertanyakan laporan soal terpilihnya kembali Presiden Ahmadinejad. Mottaki juga menuding Prancis melakukan ''pendekatan tidak adil''. Sedangkan Inggris dikecam keras karena menyabotase pilpres dan ''selalu menciptakan masalah'' dalam hubungan dengan Iran. Sedangkan Ahmadinejad menyebut Inggris dan AS terlibat dalam kerusuhan di Iran.Tapi, tuduhan itu langsung diklarifikasi. Senator Dianne Feinsten, yang memimpin Komite Intelijen di Senat AS, menyatakan bahwa intelijen AS tidak terlibat dalam protes masal di Iran. ''Saya bisa sampaikan, sejauh semua yang saya tahu, bahwa tidak ada campur tangan (AS) dalam pilpres di Iran. Juga, tidak ada manipulasi (oleh AS) atas warga di sana selama pelaksanaan pilpres,'' tegasnya dalam wawancara dengan CNN.Inggris juga membantah tuduhan terlibat dalam pilpres Iran. Menurut Menteri Luar Negeri Inggris David Milliband, klaim soal intervensi negaranya dalam pilpres di Iran sama sekali tak berdasar. ''Kami menyerahkan pilihan sepenuhnya kepada rakyat Iran,'' katanyaKomentar juga dating dari Israel. Presiden Israel Shimon Peres kemarin menyatakan dukungan kepada demonstran proreformasi di Iran. Dia menilai pemuda Iran seharusnya berjuang untuk kebebasan dan kemerdekaan. (AP/AFP/Rtr/cak/dwi)


No comments:

Post a Comment