Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, June 10, 2009

Dunia Butuh Mata Uang Tunggal

Oleh: Muhammad Nafik H.R*/jawa pos
Wacana mata uang global baru mulai mengemuka setelah krisis finansial global terjadi pada akhir tahun 2008. Zhou Xiaochuan, gubernur bank sentral Tiongkok pernah menyuarakan perlunya mata uang global baru. Seruan Zhou ini sangat mungkin dikarenakan kegelisahan negaranya yang memiliki cadangan devisa dolar AS terbesar. Zhou cemas karena dolar AS terus melemah dan jika pelemahan ini terus berlanjut maka tentunya akan mengancam ekonomi Tiongkok yang masih infant jatuh ke dalam krisis yang dalam dari krisis sekarang ini. Sebenarnya kalau dirunut dalam sejarah perdagangan dunia, mata uang tunggal global bukanlah hal yang baru, melainkan pernah berlaku pada era perdagangan global kuno. Pada era ekonomi modern, mata uang dikaitkan nilainya dengan emas dan perak. Era emas berakhir tahun 1971 setelah Amerika Serikat (AS) mengingkari kesepakatan Bretton Woods tahun 1944. Isi kesepakatannya adalah AS berjanji mendukung dolarnya dengan emas. Dengan kesepakatan ini, siapa pun yang memegang dolar dapat menukarnya dengan emas.Alasan terselubung mengapa AS membatalkan secara sepihak kesepakatan Bretton Woods adalah karena jumlah dolar yang beredar di luar negeri sangat banyak dan tidak sebanding dengan cadangan emasnya. Sehingga apabila terjadi penukaran dolar dengan emas secara besar-besaran tidak akan cukup. Dampaknya dolar akan jatuh dan perekonomian AS akan dilanda krisis. Di sisi lain, AS berharap dolar akan mendominasi perekonomian dunia karena memang dolar saat itu telah banyak beredar di luar negeri. Siasat ini sebenarnya merupakan model imperialisme baru dengan mengunakan kekuatan rejim moneter. Sejak bubarnya kesepakatan Bretton Woods tersebut memang dolar AS mulai mendominasi sebagai alat tukar internasional. Strategi ini sangat berhasil mendominasi perekonomian dunia dengan memaksakan dolar sebagai alat tukar internasional khususnya kepada negara-negara berkembang. Imperialisme dolar telah terbukti menghancurkan perekonomian negara-negara yang tidak tunduk pada Amerika seperti Meksiko, negara-negara Asean termasuk Indonesia yang mengalami krisis moneter pada tahun 1997. Stabilitas nilai tukar uang sekarang ini menjadi sumber permasalahan utama dalam perekonomian. Puncak masalah yang pernah terjadi adalah krisis keuangan global pada akhir tahun 2008. Krisis ini telah memporakporandakan perekonomian dunia, khususnya Amerika si pengkhianat kesepakatan Bretton Woods. Ancaman jahatnya fluktuasi nilai tukar uang tersebut sampai membuat Bank Indonesia menjadikan menjaga stabilitas rupiah sebagai tujuan utamanya. Walaupun untuk mencapai tujuan tersebut terkadang dengan menganaktirikan (mengorbankan) sektor ekonomi lainnya.Krisis finansial global pada akhir 2008 tersebut kalau dicermati lebih disebabkan oleh pengingkaran terhadap khitah fungsi uang. Fungsi uang sebagai alat tukar dan pengukur nilai telah diingkari dengan mengubahnya menjadi komoditi dan ajang maisir dan gharar. Dampaknya adalah pelaku ekonomi kurang tertarik pada ekonomi sektor riil, dan uang lebih banyak berputar di sektor finanasial sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kedua sektor tersebut. Karena keuntungan di sektor finansial lebih tinggi walaupun dengan resiko lebih tinggi pula. Dampak selanjutnya adalah krisis sosial ekonomi yang akan sulit dipecahkan. Ancaman krisis tersebut dapat dihindari dengan cara memberlakukan mata uang tunggal global. Mata uang tunggal global tidak harus menggunakan dinar dan dirham seperti pada masa lalu. Melainkan mata uang tunggal global yang berlaku di mana saja. Uang dapat terbuat dari dari bahan apa saja bukan merupakan permasalahan, asalkan bahan uangnya memenuhi syarat sebagai bahan mata uang yaitu memiliki nilai tertentu atau ditentukan, tidak mudah rusak, mudah dibawa dan jika didistribusikan atau dibagi tidak merusak nilainya. Apabila mata uang tunggal global diberlakukan maka hubungan ekonomi, perdagangan dan harga-harga akan lebih ditentukan oleh produktivitas, efisiensi dan kualitas. Perencanaan ekonomi dan bisnis tidak perlu lagi mengasumsikan berapa nilai tukar valas khususnya pada hard currency sehinga kepastian nilai dan harga baik ekspor maupun impor lebih mudah diestimasi. Untung atau rugi karena fluktuasi kurs mata uang tidak akan terjadi lagi dan mobilitas antar negara akan mudah dan murah. Dalam kondisi yang demikian ekonomi dunia akan dinamis dan lebih efisien serta uang akan kembali pada kitah-nya. Penerapan uang tunggal global tentu tidak akan mudah tetapi pasti akan mendapat tentangan dari negara pemilik hard currency seperti dolar AS (USD) dan poundsterling, serta para spekulan valas juga akan menolak keras. Sedangkan negara-negara yang mata uangnya tergolong soft currency sangat mungkin akan lebih mudah menerima. Mereka selama ini merasa ekonominya selalu menjadi bulan-bulanan dan dihegomoni oleh hard currency. Penyamaan persepsi inilah yang akan menjadi hambatan terberat dalam penerapan uang tunggal global. Namun, walaupun berat tetapi harus dimulai jika tidak ingin terjadi krisis demi krisis yang semakin cepat dan tanpa terduga. Dunia mestinya belajar dari kesuksesan Euro sebagai mata uang tunggal di uni eropa dan keegoisan Inggris yang tidak mau ikut dalam Euro. Euro yang dalam perjalanannya mampu mengalahkan Dolar AS dan Poundsterling. Apabila negara pemilik hard currency menghambat sebaiknya ditinggal saja, seperti saat Uni Eropa memberlakukan Euro dengan meninggalkan Inggris. Biarkan saja mereka berpikir tidak memerlukan mata uang tunggal global karena merasa kuat dan takut akan kehilangan hegemoni ekonominya, paling nanti nasibnya akan sama seperti poundsterling. Penerapan uang tunggal global harus diawali terlebih dulu dengan penyamaan persepsi di antara negara-negara di dunia, kemudian membentuk badan internasional yang memiliki otoritas dalam pemberlakuannya, baik menyangkut jumlah, penjatahan, distribusi, nilai nominal, bahan uang dan sebagainya. Yang jelas penerapan uang tunggal global ini bukan nerupakan permasalahan yang mudah, serta mungkin butuh waktu persiapan yang lama maupun biaya yang tidak murah. Tetapi karena urgent maka harus dilakukan studi dan kajian yang mendalam demi stabilitas perekonomian globa dimasa sekarang dan masa akan datang. Semoga bermanfaat!Muhammad Nafik H.R : Dosen Departemen Ekonomi Islam FE Unair dan Direktur Islamic Finance Development Institute (IFDI)

No comments:

Post a Comment