Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday, June 10, 2009

Bagasi di Bobol Uang Jutaan Melayang di Bandara Juanda

Kasus pembobolan bagasi di Bandara Juanda bukan hal baru. Laporan kehilangan pun terus muncul selama bertahun-tahun. Pelakunya nyaris tidak pernah tertangkap. Pihak yang kehilangan pun hanya ''diminta'' pasrah.---OPERASI untuk menyelamatkan mata kanannya yang nyaris buta kembali hanya menjadi mimpi bagi Suwondo, warga Kenjeran. Pada 5 April lalu, pria berusia 60 tahun itu telah menginjakkan kaki di RS Mount Elizabeth, Singapura. Namun, dia hanya check-up sebentar, memutuskan tidak jadi melakukan operasi mata, setelah itu balik lagi ke kampung halaman.Kegagalan Suwondo untuk melakukan operasi bukan karena ketidaksiapan tim medis, tapi karena biaya operasi yang dia bawa dari Surabaya raib digondol tikus-tikus Bandara Juanda. Jumlahnya USD 10 dan SGD 24 ribu (setara Rp 280 juta). Kini, bos sebuah toko konveksi di Pasar Atum itu harus menabung, entah sampai kapan, untuk bisa menjalani operasi. ''Operasi yang hendak dia lakukan sangat mendesak,'' ucap Sulistyo Gunawan, kerabat dekat Suwondo yang dipercaya mengurus segala persoalan terkait hilangnya uang di bandara tersebut. Sulistyo menceritakan, Suwondo menderita diabetes mellitus selama bertahun-tahun. Kaki kanannya sudah diamputasi, mata kiri buta, dan mata kanannya nyaris buta. Ginjalnya juga sudah rusak. ''Untung saja dia baru menjalani transplantasi ginjal. Tapi, jantungnya juga sudah bermasalah,'' ungkapnya.Awal April lalu, Suwondo sudah mendaftar operasi mata kanan dan pemasangan ring untuk jantung di RS Mount Elizabeth, Singapura. Pada 5 April, dia berangkat ke Singapura bersama Iwan Tantono, saudaranya. Ketika itu, keduanya membawa uang tunai USD 10 ribu dan SGD 24 ribu. Bila dikurskan sekitar Rp 280 juta. Untuk dua operasi tersebut, RS Mount Elizabeth memasang tarif sekitar Rp 260 juta. ''RS Mount Elizabeth lebih suka dibayar tunai. Makanya, kami siapkan sejak dari Indonesia,'' papar Sulistyo.Uang tunai tersebut disimpan dalam koper beretsleting ganda dan dikunci menggunakan gembok merek Samsonite. Sebagai pengaman tambahan, tas tersebut diikat dengan stripping band (tali kuning tambahan). Tanpa syak wasangka apa pun, keduanya terbang ke Singapura.Setiba di Hotel Ibis, Singapura, Iwan tidak menemukan uang yang sebelumnya disimpan di kopernya. Dicari lagi, dibongkar lagi, tetap saja uang tersebut tidak ketemu. Iwan pun menelepon Sulistyo. Nama terakhir itu langsung ke Bandara Juanda dan menghubungi customer service Garuda Indonesia, maskapai yang digunakan Suwondo dan Iwan untuk terbang ke Singapura. Oleh customer service, Iwan diwajibkan meminta clearance ke kantor Garuda di Singapura. Malam itu juga Iwan mengurus clearance dan segera dikirimkan ke Surabaya. Dari hasil pengecekan, kemungkinan hilangnya terjadi di Bandara Juanda, Surabaya. Sulistyo kemudian menghubungi perusahaan yang menangani packaging dan bagasi di bandara. Namun, dia malah disalahkan karena menaruh barang berharga dalam koper. ''Orang yang menemui saya itu Pak Sapta. Dia menyalahkan saya karena sudah ada larangan menaruh barang berharga dalam koper,'' katanya. Sulistyo mengakui bahwa kerabatnya juga salah. Namun, dia sangat menyesalkan tanggapan pihak bandara yang tidak memberi solusi. Sebagai penyelenggara jasa, dia menilai pengelola bandara memikirkan keamanan penumpang. Jengkel, Sulistyo kemudian mendatangi Polda Jatim. Setelah berkoordinasi, Sulistyo disarankan menggunakan jalur-jalur tertentu. "Polisi sendiri kesulitan untuk masuk dan membongkar jaringan tersebut," katanya menirukan ucapan seorang perwira polisi di sana. Polisi akhirnya mempersilakan Sulistyo sebatas membuat laporan yang mungkin sulit ditindaklanjuti.Sulistyo kemudian mencari jalan lain. Menggunakan lobi salah seorang keluarganya yang menjadi perwira menengah di Marinir, dia kembali mendatangi Bandara Juanda. Kali ini, Sulistyo mendapat pelayanan yang lebih baik, bahkan dipersilakan melihat ruang pusat CCTV. Kendati demikian, tetap saja tak ada hasil signifikan yang bisa diperoleh Sulistyo. Perjalanan koper dari tempat check-in ke bagasi tidak menunjukkan kejanggalan. Ketika Sulistyo meminta diperlihatkan perjalanan koper dari bagasi ke lambung pesawat, petugas langsung menolak dengan alasan rahasia. Bahkan, rekaman CCTV yang mengawasi perjalanan tiga koper dengan nomor bagasi 273135 sampai 7 di bagasi tersebut juga disebut hilang. ''Saya sangat menyesalkan. Seharusnya laporan saya mendapat perhatian. Sepertinya kok lepas tangan dan kami disuruh pasrah," ungkapnya. *** Suwondo tak sendiri. Sudah banyak yang menjadi korban "tikus-tikus" yang suka menggerogoti koper penumpang di Bandara Juanda. Bahkan, tak jarang keluarga polisi pun ikut menjadi korban. Istri mantan Kapolres Surabaya Selatan AKBP Alex Sampe tercatat pernah mengalami nasib yang hampir sama dengan Suwondo. Uang dan perhiasan di dalam kopernya raib digondol maling bagasi. Salah satu perwira Polwiltabes Surabaya juga pernah menjadi korban. Dia adalah Iptu Teuku Arsya Khadafi. Mantan Kanit Idik I Satnarkoba Polwiltabes Surabaya yang kini kuliah di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) tersebut pernah kehilangan perhiasan keluarganya senilai Rp 20 juta. Ironisnya, Arsya mengaku tak bisa banyak berbuat untuk menelusuri kasus tersebut.Hasil penelusuran polisi sendiri menyebutkan bahwa tempat paling rawan adalah di bagasi dan lambung pesawat. "Di bagasi, koper-koper parkir untuk menunggu jemputan ke lambung pesawat. Di lambung pesawat sendiri ada jeda waktu sekitar 15-20 menit bagi pencuri untuk beraksi," kata sebuah sumber di kepolisian.Penelusuran itu berdasar dari penyelidikan dan hasil keterangan seorang tersangka yang pernah ditangkap dua tahun lalu. Tetap saja, info yang cukup lengkap tersebut tak bisa membuat polisi bisa banyak bergerak. Sumber itu mengatakan pihaknya sulit melakukan pengungkapan karena terkendala masalah akses. "Siapa pun tahu bahwa sangat sulit untuk bisa masuk dan melakukan penyelidikan di areal bandara, apalagi Juanda yang basisnya TNI-AL," tuturnya.Ini terbukti dengan sejarah pengungkapan yang dilakukan polisi. Kasus terakhir (dan kemungkinan besar satu-satunya) adalah penangkapan Sugiarto, seorang karyawan jasa pengiriman barang swasta oleh Satreskrim Polwiltabes Surabaya dua tahun lalu.Sugiarto ditangkap di pintu keluar bandara, itu pun setelah polisi mendapat bukti permulaan yang sangat kuat dan jelas-jelas tegas menunjuk ke Sugiarto. Kepada penyidik, Sugiarto pun juga "menyanyi" bahwa sedikitnya ada tiga komplotan orang dalam bandara yang biasa "bermain" dan menggerayangi tas penumpang.Polisi sebenarnya hendak melakukan pengembangan berdasar keterangan Sugiarto. Namun, ya itu tadi, ruang gerak dan akses polisi sangat terbatas di Bandara Juanda. "Padahal, dalam penyelidikan kasus seperti ini, harusnya semakin tersamar semakin baik," tandasnya.Sementara itu, juru bicara Polwiltabes Surabaya AKBP Sri Setyo Rahayu mengimbau masyarakat untuk tetap melapor ke polisi bila ada kehilangan. "Karena ketika kami bertindak, tentu saja harus ada dasarnya. Dasar itu adalah laporan polisi. Kalau tak melapor, tentu saja kami tak punya dasar bertindak, dan situasinya terus-terusan seperti ini," ucap perwira yang sehari-harinya menjabat sebagai Kabag Binamitra Polwiltabes Surabaya tersebut. (ano/fat)/jawa pos


No comments:

Post a Comment